Oleh : Budi Santoso (silamparitv.co.id)
HAMPIR 5 bulan lebih, Green House Selangit, tempat identifikasi 250 spesies Anggrek pertama di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) diresmikan. Tempatnya pun berada di pelosok Desa Batu Gane Kecamatan Selangit, Kabupaten Musi Rawas.
Jauh dari keramaian permukiman penduduk. Terkesan tersembunyi. Layaknya kebun warga. Tapi mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Green House Selangit ini berada ditengah hutan Bukit Barisan. Bukit ini membentang melingkari Desa Batu Gane. Menuju ke desa ini jaraknya 35 KM dari ibukota Kecamatan Selangit. Green House Selangit menjadi project dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumsel bersama SKK Migas KKKS PT Pertamina EP Asset II Field Pendopo, sebagai penyokong dana pembangunan Demplot tersebut.
Tujuan dibangunnya Green House Selangit, tak lain sebagai Pilot Project Rescue Flora. Ditemukan fakta 1000 spesies Anggrek terancam punah oleh Union for Conservation of Nature (IUCN). Sehingga sejak 2017 lalu, BKSDA Sumsel membangun dua Demplot. Di area konservasi Desa Batu Gane.
Dua bangunan Demplot, pertama bangunan tertutup layaknya rumah kaca berukuran 15×15 meter persegi, yang letaknya di bagian atas tanah seluas 1 Hektare ini. Dan, ada satu lagi Demplot berisikan Anggrek langka di bagian bawah. Letaknya tak jauh dari jalan tanah arah kanan menuju Green House berukuran 5×6 meter persegi. Di sini ada lebih kurang 100 Anggrek langka. Dan sama halnya di Demplot atas, Anggrek ini pun telah dipasang Bercode. Sehingga memudahkan pecinta Anggrek. Agar lebih tahu jenis maupun varietasnya.
Pelbagai jenis Anggrek ‘disimpan’dan dibiarkan tumbuh. Di dalam bangunan yang dilengkapi penerangan listrik, juga selang plastik untuk menyiramkan air ke tanaman menjalar tersebut. Anggrek itu seperti Kantong Semar, Sarang Semut, Tanduk Rusa, hingga Anggrek Bulan dan lain-lain. Tentunya jenis Anggrek ini memiliki nama Latin. Dengan bentuk rupa yang menarik untuk dipandang.
Saat peresmian Green House Selangit pada Sabtu 26 Maret 2022 lalu, dilakukan oleh
Direktur Bina Pengelolaan Pemulihan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Ammy Nurwati. Kala itu didampingi Wakil Bupati Mura, Hj Suwarti dan Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata, Officer Comrel dan CID Zona 4, Njo Fransiscus Xaverius Andiya Putra dan para undangan.
Kebetulan saat itu saya diundang untuk melihat langsung Green House Selangit. Bersama rekan jurnalis lokal dan regional. Tidak salah saat peresmian yang berlangsung singkat, tersampaikan sejumlah asa. Atas diresmikan Demplot tersebut. Semisal, Ammy Nurwati menyatakan jika spesies Anggrek yang terkonfirmasi di wilayah Sumatera ada 1.000 spesies. Dan BKSDA Sumsel berhasil mengidentifikasi 250 jenis Anggrek.
“Kegiatan Green House yang melakukan identifikasi terhadap spesies Anggrek baru pertama kali di Mura. Ini sebagai implementasi kolaborasi dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, provinsi, kader konservasi. Termasuk pembangunannya melibatkan pihak Pertamina,”ucap Ammy Nurwati usai peresmian kala itu dihadapan awak media.
Tidak ketinggalan, Ammy Nurwati pun minta Green House Selangit ini dapat menjadi tempat edukasi. Serta motivasi bagi akademisi, pelajar. Mempelajari Anggrek langka di sini, harapnya.
Keinginan senada diutarakan, Officer Comrel dan CID Zona 4, Njo Fransiscus Xaverius Andiya Putra. Pria ini menyatakan support Pertamina berupa memfasilitasi pembangunan Green House Selangit, yang nantinya dimanfaatkan untuk menampung Anggrek-anggrek yang berhasil diselamatkan oleh Tim BKSDA Sumsel ataupun kader konservasi.
Pihaknya juga melakukan kegiatan yang sifatnya mendukung upaya konservasi. Agar bisa berhasil melalui program pemberdayaan masyarakat. Njo Fransiscus Xaverius Andiya Putra ingin masyarakat berpartisipasi pada program pemberdayaan untuk pengembangan ekonomi di sekitar area konservasi. Ya, harapannya agar masyarakat bisa turut berpartisipasi. Karena tanpa dukungan dari masyarakat, kegiatan konservasi tak akan berhasil, ucap saat itu.
Lantas, apakah keinginan dari Ammy Nurwati dan Njo Fransiscus Xaverius Andiya Putra pada lima bulan kedepan terwujud? Meski dalam hitungan bulan, saya pun jadi penasaran. Ingin melihat kembali Green House Selangit, yang digadang-gadang sebagai yang pertama di Bumi Sriwijaya. Bagaimana keadaannya kini. Dan apakah dua Demplot itu masih diperhatikan, dan tidak dibiarkan terberngkalai. Layaknya proyek yang baru dikerjakan tetapi selanjutnya dibiarkan begitu saja. Sejumlah pertanyaan membuncah di pikiran saya. Apakah akan terjawab semuanya.
Green Garden Selangit di Pertengahan Agustus
Saya pun berencana pergi ke sana. Saya bergegas dari Kota Lubuklinggau menuju Desa Batu Gane. Pada Minggu siang 14 Agustus 2022 pukul 12.00 WIB. Saat itu cuaca agak mendung. Sendirian saya mengendarai motor Black Brown, begitu saya menamai Honda Genio milik saya. Dengan kecepatan melaju 60 Km perjam arah Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum). Perjalanan dimulai. Lebih kurang 30 menit saya tiba dulu di Desa Taba Renah, masih dalam wilayah Kecamatan Selangit.
Di sini saya singgah ketempat Adi Arianza, seorang Youtuber lokal. Ia dikenal dengan konten komedi Wang Cul. Setelah ngobrol sebentar. Menyantap kudapan dan kopi hangat. Badan pun terasa segar kembali. Sebelum ke lokasi, saya mengerjakan Salat Zuhur terlebih dulu. Bermunajat pada-Nya. Setelah itu perjalanan naik motor Bead milik teman saya tadi. Saya dibonceng, dan Adi mengendarai motor tersebut.
Kami pun melintasi sejumlah desa. Saat itu cuaca masih panas. Sembari melihat aktivitas warga. Ada yang duduk-duduk santai di depan rumah. Remajanya nongkrong di pinggir jalan, karena saat itu ada keramaian. Hajatan pernikahan. Bersyukurlah warga di sana, jalan aspalnnya mulus. Desa yang kami lewati Taba Renah, Prabumenang, Tabagindo, Muara Nilau, Karang Panggung, dan akhirnya sampai ke Batu Gane. Di kiri kanan jalan terlihat hutan, dengan pohon-pohon yang tinggi. Di bagian timur perbukitan, dan aliran Sungai Lakitan. Jalan aspal menuju Batu Gane termasuk mulus. Tapi saat akan masuk ke Green House Selangit, jalannya mengecil. Berupa jalan tanah. Saat ini musim hujan, maka jalan tanah itu menjadi basah. Adi yang membawa motor mesti waspada.
Tentu situasi sekarang beda dengan sekarang. Untuk masuk ke kawasan itu jalannya tidak sebersih sebelumnya. Rumput dan ilalang meninggi. Terkesan dibiarkan. Kita tak akan melihat tanda ada Green House di sana. Hanya saja saya masih ingat, ada kolam yang diatasnya ada bunga Teratai sebagai tanda, bahwa itu tempat terdekat dari Demplot. Di sana ada tiga bangunan. Di kanan rumah papan yang ada tulisan ‘Home Stay’ dan di depannya kandang Kambing. Yang berisikan Kambing lokal. Dan di sebelah Barat bagian depan rumah panggung dua lantai. Tapi terbuat dari kayu dan papan. Belum permanen. Di halaman depannya banyak ayam kampung, dan tiga ekor Anjing penjaga.
“Mencari siapa pak?” tanya ibu-ibu yang duduk di rumah pertama. Saya pun menjawab mau mencari yang menjaga Green House. Ibu muda itu menunjukkan ke rumah papan dua lantai. “Di sana orangnya pak,” tunjuknya. Maka kami pun ke sana. Motor Bead ditinggal di depan rumah pertama. Saya memerhatikan kawasan tersebut. Terkesan seperti hutan liar. Rumput dibiarkan meninggi saat menuju ke atas Green House Selangit. Tanaman yang pernah ditanam oleh sejumlah pejabat mulai tumbuh. Letaknya di bagian depan, dan samping Demplot.
Setelah itu kami berjumpa dengan Ahmad. Ia mengaku sebagai petugas yang menjaga Anggrek. Ada dua tugas utama yang dijalaninya. “Sore hari saya membuka pintu Green House untuk menyiram air ke Anggrek. Saya juga menyemprot vitamin. Memilah-milah Anggrek yang hidup dan mati. Ya dibersihkanlah,” ucap Ahmad yang berperawakan sedang ini. Saat dijumpai ia memakai busana casual dipadu jeans mengajak kami masuk ke Demplot pertama.
“Disini ada 100 lebih Anggrek yang dijaga. Nama jenisnya banyak, tapi bisa dilihat dari Bercode yang dipasang pada Anggrek itu,” sebut Ahmad yang bertugas sejak 2017. Kami pun membahas mengenai pengamanan di lokasi Green House Selangit. Kendati bisa dilihat kawasan ini seolah sebuah kebun warga, bukan tempat penyelamatan Flora langka. Ahmad menapik hal tersebut.
“Kami standby di sini, dan menjaga kelestarian Anggrek lokal khususnya,” imbuhnya meyakinkan.
Tak jauh dari sana, saya pun menanyakan kepada petugas lainnya. Mirhan, namanya. Lelaki berperawakan sedang berusia 34 tahun ini, mengaku dia bersama Ahmad dipercaya untuk merawat Anggrek oleh BKSDA Sumsel. Berbagai jenis Anggrek berada di dalam Demplot menjadi perhatiannya.
“Kami yang menjaganya. Pihak BKSDA Sumsel sendiri pernah datang setelah peresmian Greenl House, jadi tidak terbengkalai,” sebut Mirhan didampingi istrinya, Aisyah dan dua rekannya. Di teras rumahnya, Mirhan yang bekerja sebagai petani ini, mengimbuhkan Anggrek dirawat sebaik mungkin. Mulai dari penyemprotan air. Memberi vitamin. Dan menjaga dari serangan kutu tanaman. “Semua kita perhatikan,” cetusnya.
Berkait dengan kunjungan pecinta Anggrek, Mirhan menyebut. Pasca lima bulan peresmian, baru satu kali ada kunjungan kelompok Mahasiswa dari Palembang. “Mahasiswa ini datang kesini untuk melakukan penelitian, kita terima karena sudah mengantongi izin. Mereka pun bertanya tentang perawatan dan lain-lain,” terang Mirhan yang bergantian dengan Ahmad mengawasi Demplot tersebut.
Mirhan yakin Anggrek di Kabupaten Musi Rawas khususnya tak akan punah, karena ada tempatnya. Yakni Green House Selangit. Mirhan ingin kerjasama BKSDA dengan Pertamina, terus berlanjut. Agar penyelamatan Flora langka ini tak hanya sebatas seremonial semata.
Setelah berbincang dengan Mirhan dan Ahmad, dan melihat ke dalam Green House Selangit, maka selesailah investigasi saya. Dan bisa disimpulkan sendiri bagaiman penyelamatan Anggrek ini makin digulirkan. Sejatinya ke masyarakat luas, tak hanya di Bumi Lan Serasan Sekentenan. Namun hingga ke seantero Nusantara.
Saya juga meminta pendapat dari pihak BKSDA Provinsi Sumsel, soal penyelamatan Anggrek ini. Saya menghubungi Pungki Nanda Pratama. Pria ini merupakan Kader Konservasi BKSD Sumsel. Secara runtut Pungky, sapaan karibnya menyatakan, jika peran dari PT Pertamina Asset EP Pendopo Field sangat membantu dalam penyalematan Flora langka ini. “Bentuk bantuan Pertamina itu adanya pembangunan Green House Selangit di Batu Gane, yang diresmikan Maret 2022 lalu. Bangunan itu sangat bermanfaat untuk Rescue Anggrek langka,” ucap Pungky diujung sana, via ponselnya.
Kendati demikian, Pungky memastikan jika penyelamatan (Rescue) terhadap Flora langka, terus dimasifkan. Ia menyebutkan, pihaknya pasca lima bulan Green House ada, telah menyelamatkan
350 spesies Anggrek yang berbeda-beda. “Dari Rescue itu, 80 % spesies ditaruh di Green House, yang sekarang tempatnya hampir penuh. Hal ini tentu menjadi perhatian kami dari BKSDA Sumsel, dengan melakukan juga culture jaringan Anggrek. Sudah diuji coba bibit dan tumbuh di Green House Selangit itu,” ungkap Pungky menambahkan, penyelamatan lebih detil lagi dilakukan melalui penerbitan buku. Tentang Anggrek langka. Di mana dalam buku itu terdata 150 spesies Anggrek langka. Tak hanya ada di Pulau Sumatera tetapi juga di Pulau Jawa.
Tak sekedar menjelaskan soal Rescue Flora. Pungky pun menyoroti pemberdayaan masyarakat sekitar. Di sana mereka pun berperan penting dalam penyelamatan Flora ini. “Saya sebut saja di Green Hhouse ada dua orang yang merawat Anggrek itu. Dua orang ini sangat Rescue. Di sini kami memberikan edukasi ke masyarakat dengan belajar tentang Anggrek,” kata Pungky sambil menyebutkan dua orang ini adalah Ahmad dan Mirsan.
Kedua orang ini sejak 2017 diajak untuk Rescue Anggrek lokal. Sejatinya di wilayah Desa Batu Gane. Nah, di sini Pungky kembali menekankan, Pertamina memiliki peran lagi.
“Adanya Pertamina ini selain memberikan fasilitas Green House Selangit, juga menyediakan pelbagai peralatan yang dibutuhkan petugas. Pertamina juga memberikan gaji untuk dua orang yang bertugas di Green House Selangit,” bongkar Pungky tanpa menyebutkan nominalnya. Pungky meyakinkan juga, Rescue Flora langka ini akan berlanjut. Tak berhenti ditengah jalan.
Artinya disini, Green House Selangit ini hingga lima bulan ini, tetap diperhatikan BKSDA Sumsel. Meski terkesan di areal Demplot tak terawat. Mudah-mudahan pelestarian Flora langka ini, tak setengah hati. Serius. Tak main-main. Ya, semoga. (*)